Adab Menuntut Ilmu
KH Bachtiar Nasir
Diantara adab menuntut ilmu dalam Islam adalah:
Pertama, ikhlas menuntut ilmu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ ، لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا ، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mempelajari ilmu dari ilmu-ilmu yang (semestinya) dipelajari hanya karena wajah Allah, namun ia mempelajarinya untuk mendapatkan tujuan keduniaan, maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat (kelak)”. (Riwayat Ibnu Majah, Abu Daud, Hakim dan Ibnu Hibban).
Kedua, selalu berusaha meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, karena dengan ketakwaan, seorang hamba akan mendapatkan ilmu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah akan memudahkan segala urusannya.
وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّـهُ ۗ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Surat Al-Baqarah [2]: 282).
وَمَن يَتَّقِ اللَّـهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Surat Al-Thalaq [65]: 4).
Ketiga, memilih ulama yang dipercayai kedalaman ilmunya dan kemuliaan akhlaknya untuk menimba ilmu agar tidak tersesat dalam mencari ilmu. Ibnu Sirrin (seorang tabi’in) mengatakan: “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.” Dan karena hanya ulama yang betul-betul berilmu lah yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Setsungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Surat Fathir [35]: 28).
Keempat, bersabar dalam menuntut ilmu karena ilmu adalah suatu hal yang agung dan sesuatu yang agung tidak akan dapat dicapai kecuali melalui jembatan kesusahan dan kepayahan. Diriwayatkan dari Abu Yusuf, “Ilmu adalah sesuatu yang yang tidak akan memberikan sebagian darinya kepadamu sampai kamu memberikan seluruh dirimu untuknya.”
Kelima, mengamalkan apa yang telah dipelajari karena tujuan dari menuntut ilmu adalah agar bisa beribadah kepada Allah SWT berdasarkan ilmu. Dan barangsiapa yang belajar tapi tidak mengamalkan apa yang dipelajari maka ia sama seperti umat Yahudi yang telah diajarkan Taurat kepada mereka namun mereka tidak mengamalkan isinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّـهِ ۚ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Surat Al-Jumu’ah [62]: 5).
Keenam, selalu memperhatikan adab dan perilakunya dengan gurunya. Dan di antara adab yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu terhadap gurunya adalah:
- Selalu menghormati dan memuliakan gurunya. Diriwayatkan bahwa meskipun dengan kedudukan dan kemuliaan Ibnu Abbas dalam Islam, tetapi ia tetap mau mengambil dan menuntun tali tunggangan Zaid bin Tsabit, dan mengatakan, “Seperti inilah kita diperintahkan untuk memperlakukan ulama kita.” Imam Syafi’i mengatakan bahwa ia berusaha membolak-balik kertas secara pelan-pelan di depan gurunya Imam Malik agar jangan sampai terdengar olehnya demi untuk menghormatinya.
- Mendengarkan dengan baik dan tidak memotong pembicaraannya.
- Mengajukan pertanyaan kepadanya dengan penuh adab.
- Tidak menyalahkannya di depan orang banyak dengan cara yang tidak sopan.
- Tidak memanggilnya dengan lansung menggunakan nama, tapi sebaiknya pakai syaikh, ustadz atau kiyai.
- Mengetahui hak guru dan tidak melupakan kebaikannya.
- Selalu mendoakan kebaikanya untuknya.
- Tidak mencari-cari kesalahan guru, dan jika guru berlaku salah maka kita berusaha dapat memahaminya karena memang tidak ada manusia yang tidak berbuat salah.
- Tidak menyebarkan rahasianya.
- Tidak berlebih-lebihan terhadapnya. Meskipun kita diperintahkan untuk memuliakan dan menghormati guru kita, namun hal itu tidak boleh melewati batas yang dibolehkan dalam Islam, seperti sifat mengkultuskannya dan menganggapnya sebagai orang yang selalu benar, tidak pernah berbuat salah.*
