Menjaga Perasaan Orang Lain Bagian dari Akhlak Mulia

 Menjaga Perasaan Orang Lain Bagian dari Akhlak Mulia

Menjaga perasaan adalah bagian dari akhlak mulia yang dianjurkan. Bahkan untuk kalangan anak-anak sekalipun jangan sampai melukai perasaannya.

Amr bin Qais al-Mula’i rahimahullah berkata:

ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻜْﺮَﻫُﻮﻥَ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﻄِﻲ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺻَﺒِﻴَّﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ فَيَخرُجُ بِهِ ﻓَﻴَﺮَﺍﻩُ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴﻦُ ﻓَﻴَﺒْﻜِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻪِ، ﻭَﻳَﺮَﺍﻩُ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢُ ﻓَﻴَﺒْﻜِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻠِﻪِ.

“Mereka (para Shahabat) tidak suka seseorang memberi anaknya sesuatu lalu anaknya tersebut membawanya keluar, kemudian ada orang miskin yang melihatnya lalu dia menangis kepada keluarganya (karena menginginkan yang sama dengan apa yang dibawa oleh anak tersebut), atau ada anak yatim yang melihatnya lalu dia menangis kepada keluarganya.” (Kitab az-Zuhd, karya al-Imam Ahmad bin Hanbal)

Mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, yaitu dengan membantu dan menolong mereka, bukan sekedar dekat dengan mereka.

Apa yang ada pada kita, kita berikan kepada mereka karena kita akan diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam setiap urusan, dihilangkan kesusahan pada hari Kiamat, dan memperoleh ganjaran yang besar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ…

Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. (HR Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), at-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78 dalam al-Mawârid).

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

السَّاعِى عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –وَأَحْسِبُهُ قَالَ-: وَكَالْقَائِمِ لاَ يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَ يُفْطِرُ.

“Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiilillaah.” “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan serta bagaikan orang yang berpuasa terus-menerus” (HR Bukhari (no. 5353, 6006, 6007) dan Muslim (no. 2982).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berkumpul bersama orang-orang miskin, sampai-sampai beliau berdo’a kepada Allah agar dihidupkan dengan tawadhu’, akan tetapi beliau mengucapkannya dengan kata “miskin”.

اَللَّهُمَّ أَحْيِنِيْ مِسْكِيْنًا وَأَمِتْنِيْ مِسْكِيْنًا وَاحْشُرْنِيْ فِيْ زُمْرَةِ الْمَسَاكِيْنِ.

Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama rombongan orang-orang miskin. (HR Ibnu Majah (no. 4126), ‘Abd bin Humaid dalam al-Muntakhab (no. 1000), dan selain keduanya. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 308) dan Irwâ`ul Ghalîl (no. 861).

Ini adalah doa dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar Allah Ta’ala memberikan sifat tawadhu` dan rendah hati, serta agar tidak termasuk orang-orang yang sombong lagi zalim maupun orang-orang kaya yang melampaui batas.

Semoga kita termasuk orang-orang yang rendah hati dan selalu peduli terhadap orang-orang miskin di sekitar kita. Wallahu a’lam. (AM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − nineteen =