Doa Orang Tua Itu Mustajab

 Doa Orang Tua Itu Mustajab

Ilustrasi: Seorang ibu tengah khusyu’ berdoa.

Rasulullah Saw pernah bersabda, kata Abu Hurairah ra, yang artinya: “Tiga buah doa -insyaallah- kemustajabannya tidak dapat diragukan ialah doa dari orang teraniaya, doa ibu-bapak terhadap anaknya, dan doanya orang yang sedang dalam perjalanan (musafir).” (Dikeluarkan oleh Ahmad dll).

Dan di dalam riwayat yang lain Tsauban ra berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: “Ada empat dooa yang mustajab yaitu : Doa seorang Imam yang adil, seorang yang mendoakan saudaranya secara ghaib, orang yang teraniaya, dan doa ayah untuk anaknya.” (Riwayat Abu Na’im dalam “Al-Hilyah”).

Anas ra berkata, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda yang artinya: “Tiga doa yang tidak akan ditolak ialah: Doa ayah untuk anaknya, doa orang yang teraniaya, dan doa orang musafir.” (Riwayat Abdul Hasal dalam “Ats-Tsulatsiyat”).

“Saya pernah mendengar Nabi Saw bersabda, kata Abu Hurairah ra yang berarti: “Tidak ada bayi yang berbicara selain Nabi Isa alaihissalam dan saksi si Juraih.” Lalu ada seseorang yang bertanya: “Siapakah si Juraih itu ya Rasulullah”. Rasulullah Saw menjawab: “Juraih adalah seorang Rahib (pendeta) di sebuah biara miliknya. Banyak penggembala datang berteduh di bawah biara tersebut. Ada juga seorang wanita desa mondar-mandir datang ke tempat orang ramai itu. Pada suatu hari ibu Juraih berteriak memanggil sang putra: “Juraih!”, sedang waktu itu Juraih sedang shalat. la bingung dan berkata di dalam hatinya, ‘apakah harus menjawab panggilan ibu, atau meneruskan shalat’, dia semakin bingung, dan akhirnya dia meneruskan shalatnya.

Ibunya berteriak lagi menyerukan namanya, “Juraih dimana engkau?” Sang putra bertambah bingung, antara menyambut panggilan ibu atau kewajiban mengakhiri shalatnya. Dan akhirnya ia tetap melanjutkan shalatnya.

Ibunya masih tetap berteriak memanggilnya: “Dimana engkau, Juraih? la masih tetap bingung, antara menyambut panggilan sang ibu atau meneruskan shalat. Akhirnya ia tetap meneruskan shalatnya.

Dengan kesal dan lebih keras ibunya memanggil, “Dimana engkau, hai Juraih, mari kesini dulu!” Karena merasa shalatnya tinggal sedikit lagi, Juraih tidak mempedulikan panggilan si ibu dan tetap meneruskan shalat.

Sudah tiga kali memanggil si anak dan tiada dipedulikan, kemarahannya memuncak, dan si ibu terlanjur mengutuk anaknya, “Ya, Juraih! Semoga Allah tidak mencabut nyawamu sebelum engkau melihat tampang seorang pelacur!” Lalu dengan kesal dan sedih si ibu kembali.

Pada suatu hari perempuan yang sering kelihatan mondar-mandir di dekat biara itu ditangkap orang dan digiring ke hadapan Raja. la ditanya: “Siapa yang menghamili kamu?”, perempuan itu menjawab dengan singkat, “Juraih!” “Si pemilik biara itu?” “Ya,” jawab si wanita.

Raja murka, dan menyuruh orang untuk menangkap Juraih dan dihadapkan ke depan sang Raja. Dengan berjalan kaki, dan kedua tangan diikat pada leher, Juraih menghadap Raja, dengan melewati kerumunan para pelacur. Mereka menyaksikan iring-iringan itu, tetapi Juraih tampak tenang dan tersenyum. Raja memerintahkan agar biaranya dihancurkan, dan berbondong-bondonglah orang datang untuk menghancurkannya, sehingga rata dengan tanah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

six − 1 =