Mundzir bin Sa’id Mengingatkan Penguasa
Bekas reruntuhan taman Basilika, Medina Az-Zahra di Cordoba, Spanyol.
KETIKA Abdurrahman An-Nashir menjadi penguasa di kota Az-Zahra’ di Andalusia, ia memulai pembangunan dengan memperbaharui segala sesuatu yang perlu diperbaiki.
Ia mengeluarkan banyak biaya tanpa menghitung dan mencatatnya. Ia ingin mendirikan “Istana yang mengkilap” dan menghiasi kubahnya dengan lapisan emas dan perak.
Tatkala mendengar hal itu, seorang hakim bernama Mundzir bin Sa’id merasa kecewa atas keinginan An-Nashir tersebut. Ia marah karena yang dilakukan An-Nashir dinilainya hanyalah menghambur-hamburkan uang rakyat.
Mundzir berdiri di depan masjid lalu berkhotbah saat Nashir hadir di masjid tersebut. Mundzir menghadap ke arah Nashir dengan penuh kecaman dan celaan. la mengatakan, “Aku tidak mengira bahwa setan -semoga Allah melaknati- membayarmu dengan bayaran ini dan tidak memanfaatkan secara sempurna kepemimpinan dan keutamaanmu di dunia ini sebagai pemberiaan Allah hingga menurunkan derajatmu sebagaimana orang-orang kafir!”
Mendengar hal itu, Abdurrahman An-Nashir pun memotong perkataan Mundzir dan berkata kepadanya, “Lihatlah apa yang kamu katakan, bagaimana Allah menurunkan derajatku seperti derajat mereka orang-orang kafir?”
Mundzir menjawab, “Ya, bukankah Allah SWT telah berfirman,
“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orangorang yang kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya.” (Az-Zukhruf: 33-34)
Abdurrahman An-Nashir pun terdiam dan menundukkan kepalanya, air matanya mengalir membasahi jenggotnya karena takut kepada Allah SWT, kemudian ia berjalan menghampiri Mundzir dan berkata kepadanya, “Semoga Allah membalas kebaikanmu, kebaikan semua orang, kebaikan agama Islam dan orang sepertimu yang mengatakan “Demi Allah, inilah yang benar.”
Abdurrahman berdiri dari duduknya lalu memohon ampunan kepada Allah dan ia memerintahkah para pekerjanya untuk melepaskan kubah dan menghancurkan lapisan emas dan perak hingga tinggal seperti aslinya, tidak berlapis apa-apa kecuali tanah. []
