Penguasa Myanmar Mencoba Hapus Kewarganegaraan Etnis Rohingya

 Penguasa Myanmar Mencoba Hapus Kewarganegaraan Etnis Rohingya

Muslim Rohingya mengungsi dari kampung halamannya.

Jakarta (MediaIslam.id) – Selama lebih dari tiga dekade, kekuatan penguasa Myanmar menggunakan sistem kartu identitas negara itu untuk penganiayaan, pengucilan, dan pengawasan yang lebih luas yang menargetkan komunitas etnis Muslim, kata kelompok hak asasi manusia.

Zaw Win, 37, seorang aktivis HAM yang melarikan diri dari Myanmar pada 2014 karena takut akan keselamatannya, mencoba melacak pencabutan kewarganegaraannya melalui status identitas anggota keluarganya yang semakin dibatasi.

Kakek-nenek Zaw Win memiliki kartu identitas yang sama dengan warga di Myanmar pada umumnya, tetapi generasi orang tuanya diberi kartu identitas terpisah untuk minoritas Rohingya.

“Kakek nenek saya memiliki kewarganegaraan penuh – mereka memiliki jenis kartu identitas yang sama dengan yang dimiliki Daw Suu Kyi,” kata Zaw Win, mengacu pada Aung San Suu Kyi, pemimpin politik yang digulingkan dan dipenjara setelah kudeta militer awal tahun lalu.

Dengan demikian, Zaw Win saat ini digolongkan sebagai imigran ilegal di tanah kelahirannya sendiri.

“Orang tua saya memiliki kartu hijau yang hanya dimiliki oleh etnis Rohingya, dan saya mendapat selembar kertas yang mengkategorikan saya sebagai Muslim dan ras saya sebagai Bengali, imigran ilegal. Jadi selama bertahun-tahun, mereka mencabut kewarganegaraan kami dan mencoba untuk menghapus kami,” katanya kepada Thomson Reuters Foundation.

Ketika Zaw Win meninggalkan Myanmar delapan tahun lalu, dia memiliki kartu pendaftaran sementara yang dikeluarkan untuk etnis Rohingya, tetapi setahun kemudian bentuk KTP itu juga dibatalkan oleh pemerintah.

Sejak saat itu, etnis Rohingya diperintahkan untuk mendapatkan Kartu Verifikasi Nasional (NVC) yang mengidentifikasi mereka sebagai bukan warga negara. Pada waktu yang sama, petugas juga mulai mengumpulkan data biometrik mereka seperti sidik jari.

Selama dua tahun berikutnya, kelompok hak asasi manusia melaporkan pemaksaan oleh pejabat pemerintah dan pasukan keamanan yang mengeluarkan NVC.

Selain itu, mereka juga melaporkan meningkatnya serangan kekerasan termasuk pemerkosaan dan pembunuhan massal yang mendorong lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada Agustus 2017 dan mencari perlindungan di Bangladesh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 × one =