Perawi Hadits dan Syarat-syaratnya
PARA perawi hadits adalah sahabat, taabi’iin, dan taabi’u al-taabi’iin. Selain dari mereka tidak ada lagi yang dikategorikan sebagai perawi hadits. Rasulullah Saw bersabda:
Aku mewasiatkan kepada kalian para sahabatku, kemudian generasi sesudah mereka, kemudian generasi sesudah itu. Dan setelah itu akan tersebarlah kedustaan.
Itulah yang menjadi alasan bahwa perawi hadits adalah para sahabat, taabi’in, dan taabi’u al-taabi’iin. Periwayatan berhenti setelah masa taabi’u al-taabi’iin dengan dilakukannya pembukuan hadits ke dalam bentuk buku. Rasul Saw sendiri menjelaskan bahwa sesudah mereka (taabi’u al-taabi’iin) akan tersebar kedustaan.
Baca juga: Begini Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
Syarat-syarat Perawi Hadits
Perawi hadits harus memenuhi syarat seperti, baligh (al buluugh), Islam, adil, dan dhaabith.
Baligh
Sebuah riwayat tidak akan diterima dari anak kecil dan juga orang gila. Akan tetapi apabila ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang shabiyyun mumayyizun, kemudian hadits tersebut diriwayatkannya kembali setelah ia baligh, maka riwayat itu dapat diterima. Misalnya, para ahli hadits telah menerima riwayat dari Abdurrahman bin Zubair yang berasal dari Nabi Saw, padahal pada saat wafatnya Rasul usianya tidak lebih dari sepuluh tahun.
Adil
Keadilan disyaratkan tatkala seorang perawi meriwayatkan hadits kepada orang lain, bukan pada saat ia menerima hadits. Keadilan adalah sifat-sifat yang berkaitan dengan ketakwaan dan muruu’ah (menjaga kehormatan) seseorang; atau setidaknya adalah meninggalkan dosa-dosa besar, dan tidak membiasakan melakukan dosa-dosa kecil dan menghindarkan diri dari yang dapat mengurangi muruu-ah. Hal-hal yang bisa mengurangi muruu-ah misalnya adalah bersahabat dengan orang yang suka berbuat dosa. (Ushul Fiqh, Muhammad Al Khudhariy).
Islam
Islam tidak disyaratkan bagi seorang perawi tatkala dia mendengarkan sebuah hadits. Sebab, para ‘ulama hadits sepakat untuk menerima hadits dari Jabir bin Math’am, yang menyatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw membaca surat al-Thuur pada saat shalat Maghrib, padahal saat itu ia masih kafir.
Dhaabith
Seorang perawi harus dhaabith terhadap apa yang diriwayatkannya. Ini berarti bahwa ia harus hafal terhadap apa yang diriwayatkannya, serta sedikit keliru dan lupanya. [SR/Dirasat Fil Fikil Islami]