Pelaku Usaha di Banten Didorong Segera Bersertifikat Halal
Tangerang, Mediaislam.id–Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama terus mendorong pelaku usaha untuk segera melaksanakan kewajiban sertifikasi halal. Terbaru, upaya tersebut dilakukan oleh Sekretaris BPJPH M Arfi Hatim dengan mengimbau para pelaku usaha khususnya yang bergerak pada produk makanan dan minuman di provinsi Banten untuk segera melaksanakan sertifikasi halal yang status wajibnya telah diatur berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
“Produk makanan dan minuman seperti ini merupakan jenis produk yang termasuk ke dalam kategori produk dikenai penahapan pertama kewajiban bersertifikat halal sebagaimana diatur oleh regulasi.” jelas Arfi Hatim kepada sejumlah pelaku usaha di salah satu kawasan usaha kuliner di kota Tangerang Banten, Kamis (30/6/2022).
“Karenanya, kami mendorong kepada Bapak Ibu agar segera melaksanakan sertifikasi halal melalui BPJPH Kementerian Agama.” lanjut Arfi Hatim menegaskan.
Mantan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag tersebut juga menjelaskan bahwa penahapan pertama kewajiban sertifikasi halal telah diterapkan sejak 17 Oktober 2019 lalu sampai dengan 17 Oktober 2024. Selain bagi produk makanan dan minuman, penahapan pertama wajib bersertifikat halal juga dikenakan bagi produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Sertifikasi halal, lanjutnya, memiliki urgensi yang begitu penting sebagai bagian dari penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat untuk dikonsumsi dan digunakan. Juga, untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Urgensi sertifikasi halal juga semakin besar seiring penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang industri yang telah berkembang pesat. Hal itu mengakibatkan potensi titik kritis kehalalan suatu produk tak lagi sederhana dan dengan cakupan banyak aspek. Dengan kata lain, intervensi teknologi dalam produksi dapat membuat suatu produk berpotensi menjadi syubhat atau berpeluang menjadi haram. Sehingga, produk harus dipastikan status kehalalannya melalui sertifikasi halal yang menganut prinsip traceability atau telusur dari hulu hingga hilir. Dengan bersertifikat halal, maka kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk dapat terwujud.
“Potensi titik kritis kehalalan produk dapat terjadi di mana saja, misalnya pada penggunaan bahan, juga proses produksi yang melibatkan penggunaan peralatan, packaging, storage, transportasi, penyajian dan lain sebagainya,” lanjutnya.
Khususnya bagi pelaku UMK, lanjut Arfi Hatim, pelaksanaan sertifikasi halal dapat digratiskan melalui fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal yang diatur sesuai amanat Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2021. Untuk mengikuti program ini tentu harus memenuhi sejumlah persyaratan. Informasi lebih lengkap terkait hal tersebut dapat dibaca di laman www.halal.go.id atau di sehati.halal.go.id.
Kepada para pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal, Arfi Hatim juga berpesan untuk secara konsisten menjaga kehalalan produknya., sebagaimana ketentuan regulasi JPH. Pelaku usaha dengan produk bersertifikat halal juga diwajibkan mencantumkan label Halal Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Label ini menandakan suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH. Karena itu, pencantuman label Halal Indonesia wajib dilakukan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.
“Sebagai penanda kehalalan suatu produk, maka pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat atau konsumen. Pencantuman label halal juga dipastikan tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, dan dilaksanakan sesuai ketentuan.” pungkasnya.*