Mengenal Baitul Maal

Ilustrasi: Gambaran Masjid Nabawi di masa awal pendiriannya.
BAITUL Maal adalah sebuah tempat penampungan dan pengeluaran harta, yang merupakan bagian dari pendapatan negara.
Pertama kali berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT -yakni di Badar seusai perang dan saat itu para sahabat berselisih tentang ghanimah-:
“Mereka (para sahabat) akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Anfal [8]: 1)
Diriwayatkan dari Said bin Zubair yang berkata: ‘Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang surat al-Anfal, maka dia menjawab: ‘surat al-Anfal turun di Badar.’
Ghanimah Badar merupakan harta pertama yang diperoleh kaum Muslim setelah ghanimah yang didapat dari ekspedisi (sarayah) Abdullah bin Jahsyi. Pada saat itu Allah menjelaskan hukum tentang pembagiannya dan menjadikannya sebagai hak seluruh kaum Muslim.
Selain itu, Allah juga memberikan wewenang kepada Rasul Saw untuk membagikannya dengan mempertimbangkan kemaslahatan kaum Muslim, sehingga ghanimah tersebut menjadi hak Baitul Maal.
Adapun baitul mal yang berarti tempat penyimpanan harta yang masuk dan pengelolaan harta yang keluar, maka di masa Nabi Saw belum merupakan tempat yang khusus. Ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak. Lagi pula hampir selalu habis dibagikan kepada kaum Muslim, serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.
Pada saat itu Rasulullah Saw segera membagikan harta ghanimah, dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) segera setelah selesainya peperangan tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera membelanjakannya sesuai ketentuan.
Handhalah bin Shaifiy -yang juga salah seorang penulis Rasulullah Saw meriwayatkan bahwa beliau Saw bersabda:
Tetapkanlah dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya. Hal ini beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata, ‘Suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku selama tiga hari, lalu aku laporkan kepada Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur, sementara di sisi beliau tidak ada apapun’.
Biasanya Rasulullah Saw membagi-bagikan harta pada hari itu juga. Hasan bin Muhammad menyatakan: “bahwasanya Rasulullah Saw tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam.”
Dengan kata lain, apabila harta itu datang pada pagi hari, tidak sampai setengah hari harta tersebut sudah habis dibagikan. Demikian juga jika harta itu datang di siang hari, maka tidak pernah sampai tersisa hingga malam harinya. Oleh karena itu, tidak pernah ada harta tersisa yang memerlukan tempat penyimpanan atau arsip tertentu.
Keadaan tersebut terus berlangsung sepanjang masa Rasulullah Saw. Ketika Abubakar menjadi Amirul Mukminin, cara seperti itupun berlangsung di tahun pertama kekhilafahannya. Yaitu, jika datang harta kepadanya dari sebagian daerah kekuasaannya, maka ia membawanya ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya di antara orang-orang yang berhak menerimanya. Kadang-kadang Abubakar menugaskan Abu Ubaidah bin al-Jarrah untuk melakukannya.
Hal ini dapat diketahui pada saat Abu Ubaidah berkata kepadanya: ‘Aku telah memberikan (membagikan) harta (yang diberikan engkau) hingga tidak bersisa’. Kemudian pada tahun kedua pemerintahannya, ia mendirikan ‘embrio’ baitul mal, yaitu dengan mengkhususkan suatu tempat di rumahnya untuk menyimpan harta yang masuk ke kota Madinah. Ia membelanjakan semua harta yang ada di tempat tersebut untuk kaum Muslim dan kemaslahatan mereka.
Setelah Abubakar wafat, Umar menggantikan sebagai kepala negara. Saat itu juga ia mengumpulkan para bendaharawan serta memasuki rumah Abubakar, seraya membuka baitul mal. Ia hanya mendapatkan satu dinar di dalamnya, itupun terjadi karena kelalaian petugasnya.
Ketika penaklukan-penaklukan wilayah lain semakin banyak pada masa Umar, dan kaum Muslimin berhasil menaklukan negeri Persia dan Romawi, maka semakin banyak pula harta yang mengalir ke kota Madinah. Umar lalu membuat bangunan khusus untuk menyimpan harta (baitul mal), membentuk bagian-bagiannya, mengangkat para penulisnya, menetapkan santunan untuk para penguasa dan untuk keperluan pembentukan tentara.
Meski kadang-kadang ia menyimpan seperlima bagian dari harta ghanimah di masjid, akan tetapi dia akan segera membagi-bagikannya juga tanpa ditunda-tunda lagi. [SR]