KH Noer Ali “Singa Kerawang Bekasi”, Ulama dan Pahlawan Nasional
Tak banyak sosok pahlawan nasional di Tanah Air ini yang berasal dari figur ulama. Salah satunya adalah KH Noer Ali. Sosoknya sangat terkenal dimata orang Bekasi karena ia menjadi ikon kebanggaan masyarakat Betawi (khususnya di Karawang-Bekasi) pada masa revolusi. Hingga lahirlah semacam ungkapan “Bukan orang Bekasi namanya kalau dia tidak kenal KH. Noer Ali“.
Beliau terkenal dengan sebutan “Singa Karawang Bekasi” atau ada juga yang menyebutnya “si Belut Putih”. Mari kita tengok kisah seorang ulama dan pemimpin yang hidup pada zaman revolusi ini.
Meski terlahir dari keluarga petani, Noer Ali muda memilikisemangat Nasionalisme yang membara dalam dadanya mampu mengobarkan semangat perjuangan kepada masyarakat untuk melawan penjajah Belanda yang sejak lama menjajah tanah air.
Beliau memimpin lasykar Rakyat Bekasi melawan Belanda, pernah bergabung dan menjadi Komandan Batalyon III Barisan Hizbulloh. Noer Ali namanya sangat dikenal oleh rakyat dan ditakuti Belanda karena keberanian dan jiwa patriotnya.
Beliau lahir di Desa Ujung Malang Bekasi tanggal 15 juli 1914.Ayahnya seorang petani bernama Anwar bin Layu dan ibunya bernama Maimunah. Cita-cita yang dimiliki oleh KH Noer Ali sejak masa kanak-kanak adalah “membangun dan menciptakan perkampungan Surga”, sungguh suatu cita-cita yang sangat mulia yang terucap dari Noer Ali kecil.Beliau belajar dari mengaji Al-Quran pada ayahnya dan kakaknya, usia lima tahun sudah mampu menghapul surat-surat pendek Alquran.
Menginjak usia 7 tahun, Noer Ali mengaji kepada Guru Maksum di Bekasi dan Guru Mughni, banyak sekali ilmu yang didapat dari kedua gurunya tersebut yang mendasari jiwanya dengan ruh-ruh keislaman.Beranjak remaja Noer Ali belajar kepada ulama besar di Betawi bernama Guru Marzuki.Disamping mempelajari ilmu-ilmu agama Guru Marzuki juga mengajari ilmu-ilmu beladiri, konon beliau terkenal sakti dan tidak mempan ditembus peluru.
Penjajah Belandapun kerap kesulitan menangkap KH Noer Ali, hingga berkembanglah cerita di tengah masyarakat bahwa beliau bisa menghilang dan tidak dapat dilihat oleh mata awam hingga masyarakatpun memberi gelar KH Noer Ali sebagai”Belut Putih” karena sangat licin.
Belajar ke Mekkah.
Dengan semangat belajar yang tinggi KH Noer Ali dengan berat hati mengutarakan keinginanannya kepada ayahnya bahwa dirinya akan menuntut ilmu di Mekkah. KH Noer Ali menyadari betul siapa ayahnnya yang hanya seorang Petani dan tidak mungkin memilki banyak uang untuk belajar di Mekkah. Karena didorong rasa semangat belajar anaknya yag tinggi, ayahnya pun tak ingin mematahkan semangatnya , maka ayahnyapun berusaha keras untuk mendapatkan uang agar anaknya dapat belajar di Mekkah walaupun harus meminjam dan dibayar dengan dicicil selama bertahun-tahun. Dengan harapan kelak anaknya dapat menjadi orang yang berguna di masyarakat.
Tahun 1934, KH Noer Ali akhirnya berangkat Mekkah, ia belajar di Madrasah Darul Ulum, guru-guru beliau antara lain Syeikh Ali Al-Maliki, Syeikh Umar Turki, Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Ahmad Fathani dan lain sebagainya.
Di Mekkah, beliau bertemu dengan pelajar asal Indonesia seperti KH Masturo, KH Sibro Malisi, KH Hasbulloh dan masih banyak lagi. Hingga beliau memperakarsai membentuk himpunan Pelajar Betawi dan Himpunan Pelajar Indonesia karena jiwa Nasionalisme dan prihatin melihat Bangsa Indonesia masih dijajah oleh Belanda.
Bersama dengan rekan-rekannya KH Noer Ali aktif melakukan pertemuan-pertemuan untuk mencari solusi dan dukungan bagaimana mengusir penjajah Belanda dari Bumi Indonesia.
Setelah enam tahun belajar di Mekkah, KH Noer Ali mendirikan Pondok pesantren Attaqwa di Ujung Harapan Bekasi Utara.Tak hanya mengajar di pesantren, KH Noer Ali juga mengajak umat untuk angkat senjata melawan penjajah Belanda, walaupun dengan senjata yang sangat sederhana namun banyak dari rakyat yang begabung dengan KH Noer Ali untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Apalagi nama Kh Noer Ali sudah sangat terkenal dengan kesaktiaannya.
Suatu ketika beliau pernah ditangkap Belanda. Namun ia hanya pasrah saja dan tidak melakukan perlawanan, KH Noer Ali pun digiring masuk kedalam truk tentara Belanda. Ditengah jalan, KH Noer Ali memohon kepada Allah SWT minta perlindungan.
Bukan main kagetnya tentara Belanda yang mengawal KH Noer Ali di dalam truk, KH Noer Ali mampu menghilang begitu saja dalam pandangan mata tentara Belanda. Hal itu membuat nyali Tentara Belanda semakin ciut.
Setelah era kemerdekaan, peran KH Noer Ali juga cukup menonjol. Saat Negara RIS kembali ke negara kesatuan, ia menjadi Ketua Panitia AmanatRakyat Bekasi untuk bergabung ke dalam NKRI. Tahun 1950, Noer Ali diangkat sebagai Ketua Masyumi Cabang Jatinegara. Tahun 1956, ia diangkat menjadi anggota Dewan Konstituante dan tahun 1957 menjadi anggota Pimpinan Harian/Majelis Syuro Masyumi Pusat. Tahun 1958 menjadi Ketua Tim PerumusKonferensi Alim Ulama-Umaro se-Jawa Barat di Lembang Bandung, yang kemudian melahirkan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat.
Tahun 1971-1975 beliau menjadi Ketua MUI Jawa Barat. Di samping itu, sejak 1972 menjadi Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat.
Dalam perkembangan selanjutnya,ia bersikap sebagai pendamai, tidak pro satu aliran. Dengan para kiai Muhammadiyah, NU, maupun Persis, ia bersikap baik.
Alhamdulillah pada 9 November 2006 akhirnya beliau diangkat menjadi pahlawan Nasional, pemerintah RI menganugerahi gelar bagi KH Noer Ali sebagai Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana. [Bunyanun Marsus]