Jika Kita Baik Apakah (selalu) Berjodoh dengan yang Baik?

 Jika Kita Baik Apakah (selalu) Berjodoh dengan yang Baik?

CIVILITA.COM – Tidak sedikit yang mengutip QS. An-Nur 26 untuk memberi justifikasi, atau menjadikan hukum kausalitas bahwa laki-laki yang baik (pasti dan selalu) akan menikah dengan perempuan yang baik, atau sebaliknya. Bunyi ayat tersebut:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٢٦)

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).

Meluruskan Pemaknaan

Penting dan mendasar sifatnya untuk meluruskan pemaknaan ayat tersebut, karena ini berkaitan dengan tafsir al-Qur’an maka tak layak jika kita menafsirkan secara serampangan ataupun menafsirkan secara akal salah satu ayat di dalam al-Qur’an. Silahkan dirujuk dalam tiap tafsir yang ditulis oleh para ulama salaf maupun khalaf mengenai ayat QS. An-Nur 26. Pada tulisan ini, saya mengutipkan tafsir surat an-nur yang ditulis oleh Dr. Muhammad Ali al-Hasan Abdurrahim Faris Abu ‘Ulbah, dan sebagian besar-untuk tidak mengatakan semuanya- ahli tafsir, sepakat tentang tafsir QS. An-Nur 26, yang intinya menjelaskan beberapa point:

Pertama, ayat QS. An-Nur 26 tersebut tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau diawali dengan QS. An-Nur 23 yang berbicara tentang qadzaf (hukum tuduhan zina). Bunyi dari ayat 23 :
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (٢٣)
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar”

Kedua, di awal ayat QS An-Nur 26 ada frase الْخَبِيثَاتُ (al-khabitsat) maknanya adalah ucapan-ucapan atau perkataan yang keji (kotor). Jadi maknanya bukan, perempuan-perempuan, isteri-isteri yang keji (kotor), seperti selama ini diasumsikan sebagian orang. Karena memang ayat 26 ini sekali lagi berkaitan masalah tuduhan zina (qadzaf), dan jika berbicara tuduhan maka berbicara berupa “ucapan” atau “kata”. Hal ini dipertegas di penghujung QS. An-Nur 26, disitu termaktub frase يَقُولُونَ لَهُمْ (yang dituduhkan oleh mereka), tuduhan itu berupa ucapan atau perkataan.

Ketiga, konteks pembicaraan QS. An-Nur 26 adalah masalah qadzaf (hukum tuduhan zina), tidak ada kaitannya dengan konteks pernikahan, apalagi berbicara tentang pernikahan. Karena ayat tersebut menerangkan kesucian ‘Aisyah ra. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Jadi asbabun nuzul dari ayat QS. An-Nur 23-26 berkaitan dengan topik berita dusta terhadap Ummul Mukminin Aisyah, yang disebarkan oleh gembong munafiq Abdullah bin Ubay bin Sahlul. Ummul Mukminin Aisyah diberitakan atau dituduh berzina dengan Shafwan bin Mu’aththal as-Sulami.

Keempat, mayoritas ahli tafsir ketika menafsirkan ayat ke-26 ini, menyatakan: “ucapan-ucapan yang keji bagi laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji mengucapkan kata-kata keji… “. Al-Qurthubi menuturkan, “Ibnu Katsir menambahkan pendapat ini diriwiyatkan dari as-Sya’bi, al-Hasan al-Bashri, Hubaib bin Abi Tsabit, ad-Dhahhak dan dipilih oleh Ibnu Jarir at-Thabari”. Mereka adalah ahli tafsir dari kalangan sahabat tabi’in dan tabi’i tabi’in. Jadi frase “ucapan keji bagi laki-laki keji, dan laki-laki keji mengucapkan kata keji..”, tertuju atau berbalik kepada Abdullah bin Ubay bin Sahlul, karena melakukan tuduhan keji kepada Aisyah dan Shafwan.

Kelima, ayat ke-26 QS. An-Nur tersebut merupakan berita dari Allah, bukan sebagai hukum kausalitas-sebagaimana selama ini dimaknai- bahwa lelaki baik akan selalu dan pasti berpasangan wanita yang baik, atau sebaliknya. Pada tataran fakta tidak selalu seperti itu kejadiannya. Bisa kita lihat contoh kehidupan Nabi Luth, dan Nabi Nuh AS adalah lelaki yang tidak diragukan lagi kesucian dan kesalehannya, akan tetapi keduanya diuji dengan perempuan (isteri) yang buruk perangainya. Di kehidupan pada umumnya, ada seorang lelaki sholeh nan bertakwa kadang menjadi suami dari seorang perempuan yang tidak baik, dan seorang perempuan yang sholihah nan bertakwa kadang menjadi isteri dari laki-laki yang buruk perangainya.

Jadi, QS. An-Nur 23-26, konteks pembicaraan dalam ayat tersebut bukan berbicara pernikahan melainkan tuduhan zina (qadzaf). Wallahu’alam bishowab. [LukyRouf]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *