Hijrah, Tak Sesulit yang di Bayangkan

 Hijrah, Tak Sesulit yang di Bayangkan

Oleh : Ade Noer Syahfitri (Aktivis Muslimah Jakarta Utara)

Tak jarang bagi kita yang baru saja hijrah, sering kali mengeluh “aduh,  Istiqomah tuh susah banget ya”,  atau mungkin kita sering denger orang bilang ” hijrah mah gampang, Istiqomah nya yang susah”.

Selain itu mungkin kita pernah dengar di forum-forum kajian orang bertanya-tanya “kadang iman kita naik turun,  gimana solusinya supaya ngga naik turun?”.

Ya,  itulah sebuah realitas yang terjadi di kebanyakan umat saat ini. Walau di Indonesia mayoritas muslim, akan tetapi terasa atmosfer yang tidak menyamankan kita umat muslim, khususnya yang baru saja hijrah.

Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain (Lisân al-‘Arab, V/250; Al-Qâmûs al-Muhith, I/637).

Baginda Nabi saw. pernah bersabda:

 الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, dll).

Akhirnya kita bisa memaknai bahwa hijrah adalah momentum bagi siapa saja dalam menjalani proses kehidupan yang awalnya tidak teratur menjadi suatu keteraturan yang bergerak pasti, yaitu dengan meninggalkan kemaksiatan menuju ketaatan dan terus berproses untuk ditingkatkan.

Tantangan dalam proses hijrah itu pasti sebagaimana para sahabat dahulu, yang mereka disiksa, diboikot, dihina, diancam dan lain sebagainya baik itu dilakukan oleh orang disekitar mereka ataupun keluarga mereka sendiri.

  1. Tantangan dari keluarga

Memang tak semua dari kita memiliki keluarga yang paham agama, sehingga sering kali terjadi pergolakan antara kita dengan keluarga, baik itu orang tua ataupun saudara kita karena penampakan kita yang berbeda dari sebelumnya. Sebetulnya kita ngga usah menjadi down dan akhirnya berhenti berhijrah, karena sebetulnya hal itu menjadi suatu yang wajar bagi mereka ketika melihat sesuatu yang berbeda. Mereka keluarga kita sebetulnya hanya ingin memastikan apakah yang dilakukan kita berdasarkan pilihan kita atau hanya sekedar ikut-ikutan, maka ketika mereka tahu bahwa hijrah kita adalah keputusan kita sendiri yang kuat, tak jarang akhirnya mereka justru mendukung atas kekonsistenan kita.

Jadi, ketika kita baru saja hijrah, kemudian dapat tantangan baik berupa celotehan, pukulan atau sebagainya dari keluarga kita maka tetaplah sabar, tetaplah berbakti kepada orang tua, berlemah lembut, karena kelak ketika kita berada di titik  kejenuhan ataupun fitnah yang dituduhkan terhadap kita, merekalah yang kelak akan menggenggam tangan kita dan mendukung kita , mereka yang akan bersuara untuk kita, menyambungkan kalimat – kalimat cinta amar ma’ruf nahyi munkar pada orang – orang yang mungkin tidak kita jangkau.

Jadi jika ada diantara kita yang merasa hijrah kita sulit karena keluarga, teruslah genggam dengan erat yang melandasi proses hijrah mu yaitu “Taat kepada Allah”. Sebagaimana Sa’ad bin Abi Waqqash, tunjukkanlah bahwa hijrah membuat mu berkali – kali  lebih baik dan berbakti pada orang tua mu, pastinya tetap tahu batasannya yaitu sebagaimana firman Allah SWT :

“Dan Kami perintahkan manusia berbuat kebaikan kepada kedua orang tuanya, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tentang hal itu kamu tidak mempunyai pengetahuan, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (TQS, Al-Ankabut [29]:8)

  1. Tantangan dari teman dan orang sekitar

Ternyata bukan hanya keluarga yang terkena efek perubahan kita akhirnya teman dekat dan orang sekitar pun mulai merasakan. Ada yang memberikan respon positif yang membuat kita semakin semangat hijrah adapula yang memberikan respon tak membangun karena merasa canggung dengan perubahan kita mulai dari dipanggil bu haji, sok alim, sok fanatic, terorislah, radikal, ngga modis, ngga gaul, ngga keren, atau mungkin yang pernah bersama – sama di masa kejahiliahan kita, akhirnya bilang “munafik lo” dan lain sebagainya.

Maka untuk hal ini cukuplah kisah Luqman Al-Hakim yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an menjadi panutan kita. Kisah dimana Luqman Al-Hakim bersama anaknya ke pasar dengan menaiki keledai. Saat itu Luqman duduk di punggung keledai dan anaknya mengikuti di belakangnya, melihat itu orang –orang mulai berkomentar “lihat itu orang tua yang tidak merasa kasihan terhadap anaknya, dia enak – enak naik keledai sementara anaknya disuruh berjalan kaki” setelah itu akhirnya Luqman dan anaknya bertukar posisi, dan orang – orang pun berkomentar kembali “lihat itu ada anak kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan sedangkan dia duduk bersantai”. Mendengar hal itu Luqman pun langsung naik dan duduk bersama anaknya diatas keledainya, tak lama orang-orang yang melihat pun kembali berkomentar “lihat itu dua orang menaiki keledai, kelihatannya keledai itu tersiksa, kasihan”, hingga akhirnya Luqman dan anaknya turun dari keledai dan mulali berjalan kaki, orang – orang pun kembali berkomentar “lihat itu , ada dua orang berjalan kaki, dan keledainya tidak dapat dikendarai, untuk apa dibawa?”

Ketika pulang Luqman berkata  pada anaknya “sesungguhnya kita tidak bisa terlepas dari gunjingan orang lain.” Lalu sang anak bertanya “bagaimana cara menanggapinya?” Luqman pun meneruskan nasihatnya “orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan dari Allah SWT. Barang siapa mendapat petunjuk kebenaran dari Allah, itulah pertimbangannya dalam mengganti keputusan.

Cukup dengarkan perkataan dari orang yang sifatnya membangun kita menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Allah. Tidak usah terlalu dipusingkan perkataan-perkataan yang memperlihatkan ketidakmampuan mereka, justru disinilah kita bisa sambil mengajak mereka untuk hijrah bersama kita.

  1. Tantangan hidup dalam system sekuler

Dan ini menjadi tantangan terbesar, karena terlepas dari keluarga dan orang disekitar kita, ada komunitas yang jauh lebih besar yang menahan agar kita berhenti hijrah, dan itu adalah sistem hidup sekuler yang terus menggerogoti kaum muslimin sehingga tidak mampu menjalankan perintah Allah secara sempurna. Mencukupkan agama untuk dipakai di rumah ibadah ataupun pada aktifitas yang sifatnya ritual semata.

Padahal Allah menciptakan kita dengan tujuan yang tak lain adalah untuk tunduk kepada-Nya ,untuk beribadah kepada-Nya, dan memerintahkan kita agar beribadah secara menyeluruh, sebagaimana firman Allah SWT :

Wahai orang – orang yang beriman! masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah – langkah setan. Sungguh , ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah [2]:208)

Contoh tantangan hidup dalam sistem sekuler adalah ketika angka perzinahan dan LGBT terus meningkat lalu seolah semua itu dianggap biasa saja oleh penguasa , dan kita yang melakukan nahyi munkar, malah terkena  sasaran balik dengan dalih pelanggaran HAM, atau ketika kita menolak mengucapkan selamat atas perayaan suatu agama tertentu diluar Islam karena haram dan berbahaya bagi aqidah kita, justru kita disoraki sebagai kaum intoleran dan parahnya para penguasa muslim itu terdiam dan justru mereka mengotori aqidah mereka hanya karena tidak ingin dianggap intoleran, sungguh miris bukan?, ketika kita hijrah dan bersungguh – sungguh untuk taat pada Allah dan Rasul-Nya dengan mengikuti Qur’an dan sunnah maka bersiaplah mendapat label kaum radikal dan dianggap intoleran.

Dan disitulah mulai terasa panas dari genggaman bara api kita, maka janganlah dilepas namun teruslah genggam  hingga panas itu membakar keangkuhan kita untuk tidak taat pada Allah.

Jadi sebetulnya dari beberapa tantangan diatas dan mungkin masih banyak lagi, membuktikan bahwa hijrah itu tak sulit, selama keyakinan kita menancap kuat pada Allah, 100%. Tidak naik ataupun turun, bahwa benar hanya kepada Allah lah kita menyembah dan dialah yang kelak akan membalas setiap amal perbuatan kita, maka sesulit apapun tantangan kedepan, hanya terasa seperti hembusan angin yang berlalu begitu saja.

Adapun tips yang bisa digunakan bagi kita yang baru saja hijrah ataupun sedang berjalan dijalan hijrah, cukup terapkan 6H, hijraH sebagai awal jalan menuju pribadi yang bertaqwa, bergabung dalam jamaaHsebagai pengingat, penguat kita, dan berdakwaH bersama – sama untuk menyadarkan umat, istiqomaHdalam melakukan itu semua sampai syariaH islam bisa diterapkan menyeluruh dalam bingkai khilafaH.

 

Wallahu’alam bishawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *