Bumi Palestina Milik Kaum Muslimin, Titik!

 Bumi Palestina Milik Kaum Muslimin, Titik!

Trump secara resmi mengumumkan pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12) siang waktu Washington DC. Dia juga memerintahkan Departemen Luar Negeri AS untuk segera memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. (CNN Indonesia)

Pernyataannya tersebut langsung membuat kegaduhan dunia. Banyak yang bereaksi keras terhadap keputusan yang diambil orang no 1 AS tersebut. Terlebih kaum muslimin. Mulai dari kecaman, kutukan, seruan boikot produk AS-Israel, sampai pada seruan jihad fisabilillah. Gerakan-gerakan massa pun tak terbendung. Tumpah ruah mereka memadati jalan-jalan mengungkapkan aspirasi kemarahannya.

Memang, Yerusalem selama ini senantiasa  berada di pusat pusaran konflik antara Israel dan Palestina. Keduanya memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota mereka sejak lama. Yang akhirnya Israel dengan bantuan komplotan perangnya berhasil menduduki Yerusalem timur dan secara sepihak menyatakan kekuasaannya atas seluruh wilayah Yerusalem pada 1967 silam.

Sejak itulah Israel selalu merasa punya hak untuk atas tanah Yerusalem. Padahal ketika kita merunut sejarah panjang negeri Palestina, kita akan dapati bahwa pada hakikatnya tanah Yerusalem termasuk seluruh wilayah Palestina adalah milik kaum muslim.

Ketika Uskup Copernicus, Uskup kota Al-Quds, hendak menyerahkan kunci kota kepada Amirul Mukminin Khalif Umar bin Khattab saat futuh Yerusalem, Uskup tersebut meminta satu syarat kepada Umar agar tidak pernah mengizinkan kaum Yahudi memasuki Aelia. Aelia merupakan nama lain Yerusalem. Bangsa Arab memasuki Al-Quds dalam keadaan tidak ada bangsa Yahudi di dalamnya yang telah diusir bangsa Romawi berabad silam. Tinggallah bangsa Arab di Palestina selama lebih dari 1400 tahun. Ini jauh lebih lama ketimbang saat bangsa Yahudi yang sempat berdiam di Palestina hanya selama 200 tahunan.

Inilah fakta sejarah yang menunjukkan bahwa klaim historis terhadap Tanah Palestina adalah suatu kepalsuan yang besar. Israel sama sekali tidak memiliki hak apa pun atas Tanah Palestina. Dan keberadaan negara Israel di atas Tanah Palestina merupakan ilegal. Sebab itu, eksistensi negara Israel yang berdiri di atas tanah milik kaum Muslimin tersebut harus dihapuskan dari muka bumi. Tanah Palestina merupakan milik bangsa Palestina. Tidak yang lain.

Akan tetapi, bisakah histori mengalahkan kekuatan Israel dan AS? Tentunya mustahil. Palestina butuh penyelesaian yang totalitas. Tidak seperti OKI yang hanya mampu mengantarkan  pada solusi diplomasi dengan ending solusinya two state. Bukan pula pada PBB yang tak punya daya untuk memboikot AS dari kancah dunia atas segala penjajahan yang terjadi bukan hanya di Palestina tapi juga di dunia umumnya. Dua lembaga itu omong kosong. Tidak pantas sedikit pun kaum muslim menyandarkan solusi pada mereka.

Kaum muslimin butuh satu pemimpin dan kekuatan yang mempersatukan. Yang menjadi perisai saat pertempuran. Yang menjadi payung saat pergolakan. Itulah khilafah islamiyah. Institusi besar bagi seluruh ummat. Dia mengayomi, memelihara, melindungi dan mengatur seluruh  ummatnya dengan aturan yang sempurna dan sesuai fitrah manusia yakni aturan islam.
Kesempurnaannya sudah dijamin sendiri oleh Allah SWT, Rabbul ‘alamin, penguasa semesta  alam dan seisinya.

Islam tak pernah berkompromi dengan kaum penjajah. Islam dengan institusinya akan dengan lantang menyerukan jihad fisabilillah untuk mengusir para penjajah dari tanah kaum muslim. Tak akan pernah seinci pun khilafah islamiyah menyerahkan tanah kaum muslim pada kafir penjajah.

Di masa Sultan Abdul Hamid II, niat jahat kaum Yahudi itu begitu terasa. Kala itu, Palestina masih menjadi wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagaimana dikisahkan dalam buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II karya Muhammad Harb, berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding Kesultanan Turki Utsmani, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II, untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab Sultan dengan ucapan ”Pemerintan Utsmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, Bapak Yahudi Dunia sekaligus penggagas berdirinya Negara Yahudi, pada 1896 memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu dijawab sultan, ”Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang penguasa kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Hertzl adalah: uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling; Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Namun, kesemuanya ditolak Sultan. Sultan tetap teguh dengan pendiriannya untuk melindungi tanah Palestina dari kaum Yahudi. Bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, ”Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.”

Sultan juga mengatakan, ”Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.

Demikianlah gambaran keteguhan pembelaan kekhilafahan atas tanah kaum muslim. Tidak ada solusi yang paling tepat untuk membebaskan Palestina selain Khilafah dan Jihad.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفاً فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ * وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفاً لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزاً إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah meraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.(QS. Al-Anfal: 15-16)
Wallahu’alam bish shawab

Anisa (Jakarta Utara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *