Begini Sejarah Kodifikasi Alquran (Bagian 1)

 Begini Sejarah Kodifikasi Alquran (Bagian 1)

CIVILITA.COM – Mushaf Alquran yang dikenal dan digunakan oleh umat Islam saat ini disebut sebagai Mushaf Utsmany atau mushaf yang dikumpulkan pada zaman kekhaifahan Utsman bin Affan. Hal ini disebabkan ketika Rasulullah Saw wafat, Alquran dalam keadaan belum terkumpul menjadi mushaf. Alqur’an pada waktu itu terdapat di dada-dada kaum muslimin, pelepah-pelepah daun kurma, batu putih yang tipis dan halus, dan yang lainnya.

Jika dirunut, pengumpulan dan kodifikasi Alquran berlangsung selama tiga masa (periode), yakni masa Rasulullah saw, masa Khalifah Abu Bakar, dan masa Khalifah Utsman bin Affan

Pengumpulan dan Kodifikasi Alquran di Masa Rasulullah Saw

Telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih, ketika satu atau lebih ayat Alquran diturunkan kepada Nabi saw, beliau segera memerintah seorang penulis wahyu untuk menuliskannya. Setelah itu, beliau menyampaikan Alquran kepada sejumlah umat Islam, sehingga perkataan mereka menjadi hujjah yang pasti bagi mereka. Hingga akhirnya, orang-orang yang mendengarkan ayat-ayat Alquran mencapai jumlah yang tawaatur. Mereka pun menghafalkan Alquran, baik satu atau beberapa ayat.

Pada setiap ayat Alquran terdapat penghafal yang jumlahnya mencapai derajat tawaatur, terlebih pada saat penulisannya. At tawaatur adalah nash yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang mustahil secara adat mereka bersepakat untuk berdusta. Mengenai pemeliharaan Alquran (hifzh ul qur-aan) pada masa Rasulullah saw dilakukan dengan dua jalan:

Pertama, penjagaan Alquran di dalam dada sejumlah besar sahabat dan umat Islam yang jumlahnya mencapai batas tawaatur.

Kedua, penulisan Alquran oleh para penulis wahyu (kuttaab ul wahyi) yang dipilih Rasulullah. Diantara mereka terdapat al-khulafaa al-raasyiduun yang empat, Mu’aawiyah, Zaid bin Tsaabit, Ubay bin Ka’ab, Khaalid bin al Waalid, dan Tsaabit bin Qays. Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk menulis setiap ayat Alquran yang turun, di atas ruqqaa’ (bentuk jamak dari kata ruq’ah/papan. Kadang ditulis di bebatuan, pelepah kurma, tulang unta, domba, kayu atau kulit)

Penyusunan Ayat dan Surat

Penyusunan ayat dan surat bersifat tauqiifiy, yakni merupakan hak prerogatif Allah Swt. Allah memerintahkan Rasul-Nya, melalui jalan wahyu, untuk menempatkan setiap ayat di dalam sebuah surat pada posisinya masing-masing. Rasul Saw bersabda, “Jibril mendatangiku, kemudian memintaku untuk meletakkan ayat ini pada posisi ini di surat ini… Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik, memberi pertolongan kepada kerabat, hingga akhir ayat (An Nahl [16]: 90). [HR. Ahmad dengan isnad yang shahih].

Telah terbukti bahwa Beliau saw membaca sejumlah surat dengan tartib (susunan) ayatnya di dalam shalat atau pada saat beliau saw berkhuthbah Jumat, dengan disaksikan oleh para sahabat. Ini merupakan bukti, bahwa penyusunan ayat-ayat Alquran bersifat tauqiifiy. Selama sahabat mengodifikasikan ayat sesuai tartiib (penyusunan) yang mereka dengar dari Nabi Saw yang telah membacakan Alquran, dan telah mencapai derajat tawaatur, maka penyusunan surat di dalam mushhafpun bersifat tauqifiy. Meskipun demikian ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa sebagian bersifat tauqiifiy dan sebagian lainnya bersifat ijtihaadiy. [Al Itqaan fiy ‘Uluum Al Qur-aan, Imam Suyuuthiy].

Bukti bahwa susunan surat bersifat tauqifiy adalah susunan surat yang disusun oleh ‘Utsman yang tercantum di dalam mushaf-mushaf, dihodifikasikan dengan susunan seperti itu. (Mabaahits fi ‘Uluum al-Quran, Shubhiy al-Shaalih).

Susunan tersebut tidak diingkari oleh seorang sahabatpun, ataupun mereka menyangkal kodifikasi seperti itu. Oleh karena itu, pengodifikasian Alquran termasuk bagian dari ijma’ sahabat. Padahal, ijma’ sahabat merupakan salah satu dalil yang diakui secara syar’iy. [MSR]

Bersambung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *